SEJARAH PENDEK STASIUN BANDUNG
Stasiun
Bandung (a.k.a
Stasiun Utama Bandung, St. Hall, Stasiun Hall, Stasion Bandung)
adalah sebuah stasiun kereta yang diresmikan tahun 17 Mei 1884 oleh
pemerintah Belanda (Dutch East Indies) untuk mempermudah distribusi
hasil kebun teh dari Bandung ke Jakarta (Batavia, pada saat itu).
Setelah jalur kereta Bandung-Surabaya diresmikan, distribusi hasil
perkebunan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur bisa sampai ke Jawa Barat
dengan lebih cepat, yang juga memperkuat ekonomi di Bandung. Hal
ini menyebabkan stasiun ini mendapat penghargaan dari pemerintah kota
berupa monumen yang berada tepat di depan stasiun, yaitu di peron
selatan (Jalan Stasiun Selatan). Saat itu, tugu tersebut diterangi
oleh 1.000 lentera rancangan Ir. EH De Roo. Monumen tersebut telah
digantikan oleh monumen replika lokomotif uap seri TC 1008.
Pada
tahun 1909, arsitek FJA Cousin memperluas bangunan lama Stasiun
Bandung, salah satunya ditandai dengan hiasan kaca patri pada peron
bagian selatan yang bergaya Art Deco.
Tahun 1918, stasiun ini menghubungkan
Bandung-Rancaekek-Jatinangor-Tanjungsari-Citali,
kemudian dibangun lintas Bandung-Citeureup-Majalaya setahun kemudian
dan tahun 1921, pada jalur yang sama dibangun jalur
Citeureup-Banjaran-Pangalengan. Untuk
jalur ke perkebunan teh, pada tahun 1918, dibangun jalur Bandung ke
Kopo dan kemudian ke Ciwidey pada tahun 1921. Pada tahun 1990,
dibangun peron utara yang akhirnya dijadikan bagian depan stasiun di
Jalan Kebon Kawung.
Stasiun
Hall juga terkenal sebagai terminal angkutan kota.
Banyaknya angkot yang menuju Stasiun Hall dengan berbagai jalur seperti
Lembang, Cimahi, Dago, dan Gedebage membuat pemerintah daerah membuat
terminal St. Hall di depan gerbang selatan stasiun.
Stasiun
Hall berlokasi di Jalan Stasiun Timur 1 dan Jalan Kebon Kawung 43
Bandung. Jenis-jenis kelas kereta api yang tersedia di
Stasiun Bandung adalah Kelas
Eksekutif,
Kelas
Bisnis,
Kelas
Ekonomi, Kelas
Patas, Kelas
Patas Lokal, dan Kelas Ekonomi Lokal.
No comments:
Post a Comment