Bandung, kota pariwisata lokal yang kerap di sapa dengan Kota Kembang dan dijuluki sebagai Paris van Java memang kawasan yang penuh dengan keunikan. Unik dengan lingkungannya, unik dengan masyarakatnya, dan unik dengan interaksi sosial didalamnya. keunikan ini menyebar di setiap kawasan Ibu Kota Jawa Barat ini. Pariwisata unik nan menarik tentu berada di kota ini. Tapi tidak hanya pariwisata cagar alam yang cantik dan mempesona yang bisa membuat kita ingin datang ke tempat tersebut. Tempat sosial yang telah memberi tempat teduh untuk anak-anak yang membutuhkan tempat tinggal. Tempat yang menarik kian cantik untuk disinggahi, ialah Sanggar Waringin.
Di
kawasan Stasiun Bandung, terdapat sanggar yang menarik yang dapat
dikunjungi. Sanggar yang menghidupi anak jalanan di kota Bandung.
Sanggar ini berdiri kokoh dengan pilar-pilar tebal yang menjulang
tinggi. Dengan beberapa renovasi dan inovasi tempat ini dapat menjadi
tempat yang teduh untuk disinggahi. Tentu bukan hanya sekedar renovasi.
Sanggar waringin ini penuh dengan kejutan penglihatan. Tempat yang
membuat mata ini seakan tak mau lepas untuk memandangnya.
Sanggar
Waringin, yang terletak di kawasan Stasiun Bandung atau memang tidak
jauh dari pintu utama Stasiun Bandung berdiri karena hati mulia seorang
bapak yang ingin melakukan perubahan. Perubahan untuk siklus sosial yang
sedang terjadi. Dengan hati tulus nya ia mencoba memberikan kembali
hak-hak seorang anak. Seperti sandang, pangan, papan, afeksi, dan hidup.
Itulah hal yang sedang ia usahakan kepada anak-anak di Sanggar
Waringin. Dengan 70 anak Sanggar Waringin digenggaman tangan dan
hatinya, ia bertanggung jawab atas mereka.
Namanya Bapak Ana.
Bapak Ana adalah salah seorang warga sekitar yang memiliki inisiatif untuk merubah pola pikir masyarakat terhadap warga di sekitar daerah Stasiun Bandung. Ia memiliki tekad untuk membuat anak-anak di sekitar stasiun bandung mendapatkan haknya. Pak Ana melihat masih banyaknya anak kecil yang bekerja demi membantu perekonomian keluarganya. Bahkan sering bolos sekolah. Hal inilah yang ingin dirubah oleh Pak Ana.
Akhirnya, ia mengumpulkan anak-anak di sekitar Stasiun Bandung. Ia memberitahu mereka bahwa jalanan bukan tempat yang baik untuk mereka. Anak-anak harus mengutamakan kewajibannya, yaitu belajar. Dan mendapatkan haknya, yaitu bersekolah.
Sekarang, semua anak-anak yang tergabung di Sanggar Waringin tidak ada lagi yang mengamen dan bergelandang di jalanan. Adapun 3 orang anak yang tidak memiliki orang tua dan rumah akhirnya ditampung di rumah Bapak Ana.
Sanggar Waringin dibuat menjadi tempat yang sangat nyaman dan bernuansa pendidikan. Di ruangan atas, ada kolam ikan dan taman kecil yang dibuat sendiri oleh warga sekitar. Tempat ini sangat nyaman dipakai untuk bermain, membaca, belajar, dan berkumpul. Dari ruangan atas, mereka bisa melihat Stasiun Bandung dan daerah sekelilingnya dengan jelas.
Sementara di ruangan bawah, disebut sebagai Rumah Baca. Di Rumah Baca, disusun buku-buku yang mencakup Buku Pelajaran, Buku Sejarah, Buku Cerita Anak-Anak, Novel, Buku Cerita Bergambar, dan lain sebagainya. Rumah Baca dibentuk sangat nyaman sehingga anak-anak sering berkumpul disana untuk sekedar membaca buku bersama-sama. Selain buku-buku, di rumah baca juga di letakkan 2 buah komputer. Anak-anak di Sanggar Waringin juga diperkenalkan dengan komputer agar mereka dapat belajar mengakses program-program yang dapat menunjang pembelajaran mereka. Seperti Ms. Word, Ms. Excel. Di Rumah Baca jugalah mereka sering menari bersama, dan menghabiskan waktu bersama selama di Sanggar Waringin.
Sanggar Waringin terletak tepat di depan Sate M. Hadori, di dekat Stasiun Bandung. Pintu Sanggar Waringin terbuka lebar untuk siapapun yang penasaran dan ingin mengunjungi kami. Siapapun boleh ikut belajar, dan bermain bersama kami. Mari :)
No comments:
Post a Comment